DISCORD
Hari yang paling
ditunggu-tunggu oleh Tante Yoona dan yang paling dibenci oleh Sary, bunda Adin.
Hari dimana hak asuh Adin
dipilih. Pengadilan, tempat suka dan duka orang yang bersangkutan. Tempat
tangis dan tawa meledak. Tempat penderitaan dan kebahagiaan muncul.
Tok..tok..tok…
Terdengar suara
ketukan pintu dari arah depan rumah Adin. Seketika itu pun Adin membuka
pintunya.
“Maaf. Apa benar ini
rumah Bu Sary?” Ucap tamu yang ternyata adalah seorang polisi.
“Iya, benar. Ada
urusan apa,ya?” Tanya Adin heran.
“Bu Sary bersama Adindarin
Amelyeonny dipanggil oleh Pengadilan.”
“Hah..!! Maaf, Pak.
Sebenarnya ada masalah apa, ya? Sampai-sampai Bunda saya dipanggil oleh
pengadilan.”
“Maaf, De. Bukankah
surat pemanggilannya sudah dikirim 2 minggu yang lalu. Bu Sary kan terlibat….”
Belum sempat polisi itu menjawab, tiba-tiba bunda Adin datang.
“Ada apa, Din?” Tanya
Bunda Adin.
“Ini, Bun. Ada yang
cari Bunda.”
Melihat polisi itu, Bu
Sary langsung kaget. Ia tahu, pasti ini ada hubungannya dengan ancaman Tante Yoona
kemarin.
“Maaf, Bu. Ibu sekarang
juga harus ke pengadilan. Yang lainnya sudah menunggu.” Ucap polisi itu.
“Saya tidak menyetujui
semua ini. Saya tidak mau ke pengadilan.” Bunda Adin bersikeras menentang semua
itu. Namun polisi tetap memaksanya. Adin pun mulai ikut bicara.
“Bun, sebenarnya ada
apa, sih?”
“Ehh…” Bunda Adin
tidak bisa mengatakan semua itu. Ia tidak mau Adin tahu perjanjiannya dengan
Tante Yoona.
“Ada urusan tentang
hak asuh saudari Adindarin Amelyeonny.” Jawab polisi itu. Mendengar semua itu, Adin
sontak kaget. Ia tidak mengerti dengan semua ini.
“Bunda. Maksudnya apa,
Bun?” Tanya Adin sambil menangis.
“Din, maafkan Bunda.”
Jawab Bu Sary sesekali mengeluarkan air mata.
“Bunda. Adin ini anak
siapa?” Tanya Adin lagi dengan mata berkaca-kaca.
“Adin, Bunda ini bukan
ibumu. Maafkan, Bunda.”
“Apa, Bun? Lalu Adin
ini anak siapa?”
“Maaf, Bu. Yang lain
sudah menunggu. Jadi Ibu dan saudari Adinda harus segera ke sana” Ucap polisi
itu.
“Saya mohon, Pak!!
Saya mohon dengan hormat, Saya tidak mau berurusan dengan Bu Yoona.” Pinta
Bunda Adin keras.
Adin kelihatan panik
saat bundanya menyebut nama Tante Yoona. Ia semakin merasa bingung dengan
urusan yang dibuat oleh Tante Yoona dan bundanya.
“Maaf, Bu. Saya hanya
mengikuti prosedur. Saya mohon dengan sangat hormat, Ibu harus ikut dengan
kami!!” Ujar Polisi itu sembari memaksa bunda Adin.
“Bun, ikuti saja
mereka. Aku nggak mau masalah Bunda semakin membesar.” Ujar Adin ikut membujuk
Bundanya.
Dengan kesal dan berat
hati, bunda Adin pun mengikuti Polisi itu ke pengadilan. Dengan bekal berjuta
tetes air mata, ia berharap ia tidak akan menghabiskannya karena harus
kehilangan berliannya, Adin.
d
Pengadilan itu begitu
hening. Semua orang tertunduk lesu menunggu kehadiran dua orang manusia yang
akan merelakan belahan jiwanya. Kecuali Tante Yoona yang dari awal sangat
bersemangat menunggu keputusan hakim. Ia begitu sayang dengan anak kandungnya
yang sudah 15 tahun ia lupakan. Sementara, Firgo hanya bisa diam, karena ia
kurang begitu tahu tentang urusan mamanya dan bunda Adin.
Plok … Plok… Plok…
Suara ketukan antara
sepatu slop Adin terdengar begitu nyaring dalam ruangan yang hening itu. Mereka
kemudian duduk di kursi depan yang sudah disediakan untuk mereka. Walau hanya
sekilas, terlihat sekali Bunda Adin melirik tajam kepada Tante Yoona. Dan, sidang
hari itu pun dimulai ….!
d
Tok… Tok… Tok…
Ketukan palu hakim
menandakan keputusan sudah didapatkan. Hak asuh Adin, jatuh kepada… Tante Yoona.
Tangisan membahana dari kedua mata seorang wanita yang sudah 15 tahun merawat
seorang gadis manis dengan penuh kasih sayang. Ia rela bekerja keras membanting
tulang untuk membesarkan gadis itu. Dan, setelah gadis itu sudah besar, seseorang
mengambil gadis itu dari pangkuannya. Betapa sakitnya hati wanita itu.
“BUNDA….!!!! Aku hanya mau BUNDA… !! “ Teriak Adin keras.
Suaranya kelihatan parau karena terus berteriak memanggil bundanya yang kini
tidak bisa lagi membalas panggilannya.
Teriakan itu tak berarti
apa-apa sekarang. Kehidupan Adin harus di ulang lagi bersama keluarga barunya.
Hanya kenangan yang masih tersisa di nuraninya. Bak abu api yang terbang ke
sana- ke mari. Bergantung dengan angin yang membawanya. Adin hanya bisa pasrah
dan menjalani hidup barunya. Walau ia seorang gadis yang tegar, tetap saja,
semuanya begitu cepat dan singkat.
Label: Our Illusion Story